Selayangnews.id, MERANGIN – Tahun ajaran baru seharusnya menjadi momen semangat baru bagi para siswa dan orang tua. Namun tidak demikian halnya bagi sebagian wali murid SMP Negeri 4 Merangin. Pasalnya, biaya seragam yang mencapai Rp1.600.000 per siswa dikeluhkan memberatkan, apalagi tanpa adanya opsi harga atau penyedia yang lebih fleksibel.

Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya angkat bicara soal dugaan komersialisasi seragam tersebut.

“Katanya sekolah negeri, tapi kenapa seragam harus segitu mahal? Kami orang kecil bang, kalau disuruh bayar cash Rp1,6 juta, kami kelimpungan. Kalau beli sendiri bisa jauh lebih murah,” ujarnya dengan nada kesal.

Menurutnya, ada kesan pemaksaan halus karena semua orang tua diarahkan ke penjahit yang ditunjuk pihak sekolah.

“Katanya sih boleh jahit di luar, tapi faktanya semua tetap diarahkan ke satu tukang jahit. Masa tiap tahun penjahitnya itu-itu saja? Logikanya, pasti ada sesuatu,” tambahnya.

Sementara, Kepala SMP Negeri 4 Merangin, Siska Yuliasari kepada awak media mengaku bahwa nominal Rp1,6 juta tersebut memang untuk pembelian seragam siswa baru.

Baca juga :  Dinonaktifkan Sementara Dari Kades, Wedi Kurniawan :Kita Akan Jalani Proses Selanjutnya

“Itu cuma biaya baju. Dibayar langsung ke penjahit, bukan ke sekolah,” jelasnya saat diwawancara.

Ia merinci seragam yang termasuk dalam paket tersebut antara lain seragam putih biru, pramuka, olahraga, batik, baju muslim, dan tambahan vest untuk keperluan kegiatan sekolah di luar.

Meski menyatakan tidak ada unsur pemaksaan, Siska mengakui bahwa penjahit memang ditunjuk oleh pihak sekolah.

“Sudah dari tahun ke tahun kami tunjuk penjahit yang sama. Tapi kalau ada siswa yang sudah punya seragam lama atau ingin jahit sendiri, ya silakan saja,” ujarnya.

Diketahui, tahun ini SMPN 4 Merangin menerima 352 siswa baru dan 3 siswa pindahan. Jika semua membayar biaya seragam yang sama, maka potensi perputaran uang dari sektor ini bisa mencapai hampir Rp600 juta rupiah hanya dalam satu tahun ajaran.

Publik pun mulai mempertanyakan transparansi dan urgensi pengadaan seragam dalam jumlah dan model sebanyak itu, termasuk vest yang belum tentu relevan untuk semua siswa. Apalagi, dalam kondisi ekonomi masyarakat yang sedang goyang secara tidak sengaja terdampak efesiensi anggaran. Beban biaya pendidikan seperti ini menambah tekanan tersendiri.

Baca juga :  Bupati Tanjab Barat Hadiri Wisuda Angkatan XX Institut Agama Islam (IAI) An Nadwah Kuala Tungkal

Pemerhati pendidikan dan sosial mendesak Dinas Pendidikan Merangin untuk segera turun tangan. Mereka menilai, pembiaran terhadap pungutan-pungutan seperti ini bisa menimbulkan ketimpangan sosial dalam akses pendidikan.

“Sekolah negeri bukan tempat bisnis, dan seragam bukan ladang cuan. Pemerintah harus segera bertindak agar pendidikan tetap inklusif dan terjangkau untuk semua,” ujar Ali, aktivis muda Merangin.

Di tengah semangat pendidikan gratis, mahalnya seragam sekolah kembali menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar dunia pendidikan tak berubah menjadi pasar bebas yang hanya berpihak pada mereka yang mampu. (Supmedi)