Sebagai pendukung, tidak perlu saling mencari celah keburukan, karena setiap pasangan calon pun memiliki catatan tersendiri. Mengungkap kisah usang masa lalu atau pun saling membuka tabir keburukan, tidak ubahnya seperti kata pepatah “Menang menjadi abu, Kalah menjadi arang”. Tidak ada yang lebih penting dari persatuan.
Tidak perlu superior diatas pendapat orang lain, karena sejatinya kemerdekaan menyatakan pendapat dilindungi undang-undang negara. Berbeda bukan berarti saling mencela.
Tidak perlu reaktif terhadap kritikan, karena sesungguhnya dari beragam perspektif berbeda, merupakan kedewasaan kita berdemokrasi sekaligus memberikan pencerahan bagi masyarakat sekaligus pemegang hak pilih dalam menentukan kebijakan.
Singkirkan benalu-benalu yang mengatasnamakan pendukung loyalis, namun kelakuannya justru berlaku provokatif, menggunting dalam barisan, atau berkhianat sesama internal.
Sudah seharusnya sebagai pendukung loyalis, mulai dari para tim sukses, barisan keluarga besar, kumpulan komunitas, hingga relawan dan simpatisan melihat kerukunan antara HM Dja’far Shodiq dan Muchendi Mahzareki sebagai cerminan dari bagaimana politik seharusnya berjalan—sebagai ajang untuk membangun, bukan justru saling menghancurkan harkat dan martabat sesama anak bangsa negeri ini.
Dengan meneladani sikap kedua tokoh ini, masyarakat bisa berharap bahwa perbedaan pilihan politik tidak akan memecah belah, melainkan justru memperkuat semangat bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh warga Ogan Komering Ilir (Rachmat Sutjipto)
Penulis merupakan Pemimpin Redaksi Parameswara, sekaligus pemegang Sertifikasi Kompetensi Wartawan Jenjang Utama.

Leave a Reply