Pemilu merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Proses ini tidak hanya sekadar menentukan pemimpin, tetapi juga mencerminkan kesehatan dan kedewasaan sistem politik.

Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas beberapa aspek kunci yang terkait dengan pemilu.

Partisipasi Masyarakat

Pemilu menjadi wahana partisipasi masyarakat dalam menentukan arah suatu negara. Keterlibatan aktif warga negara dalam proses ini memperkuat legitimasi pemerintah yang terpilih. Lalu bagaimana dampak partisipasi masyarakat terhadap kekuatan demokrasi.

Partisipasi masyarakat, pentingkah. Kita ketahui bersama bahwa komponen penting dalam suksesnya pelaksanaan Pemilu adalah penyelenggara didalamnya yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP. Kemudian komponen berikutnya adalah peserta pemilu yaitu partai politik (parpol) dan perseorangan, baik dalam Pemilu maupun Pilkada.

Komponen lain yang juga tak kalah pentingnya ialah pemilih, dimana partisipasi pemilih/masyarakat sangatlah menentukan akan tingkat demokrasi dalam suatu negara.

Partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan Pemilihan diatur dalam PKPU No 9/2022. Dalam peraturan tersebut dijelaskan secara detail fasilitasi KPU dalam partisipasi masyarakat, subyek partisipasi masyarakat, hak dan kewajiban masyarakat dalam pemilu.

Kita sebagai warga Kabupaten OKI ternyata patut berbangga hati karena pada Pemilu di Tahun 2019, partisipasi masyarakat di Kabupaten OKI, terutama pada partisipasi pilkada OKI tahun 2018 lalu sekitar 75,14%. Sedangkan pada pemilihan legislatif (pileg) lalu sekitar 80%. Semoga dalam Pemilu 2024 partisipasi masyarakat tetap tinggi dan melebihi dari target yang diharapkan.

Transparansi dan Akuntabilitas:

Keberhasilan pemilu tidak hanya terletak pada hasil akhir, tetapi juga pada transparansi dan akuntabilitas selama proses pemilihan. Menjelaskan betapa pentingnya proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menjaga integritas demokrasi.

Politik uang masih menjadi momok yang muncul di setiap penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan kepala daerah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun terus berupaya agar praktik penyalahgunaan ini terus berlangsung salah satunya dengan menerapkan aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana kampanye oleh peserta pemilu.

Baca juga :  Sambut Hari Raya Idul Fitri, PT. Kelantan Sakti Gelar Bazar Minyak Goreng untuk Masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir

Dilansir dari keterangan Anggota KPU Idham Holik saat hadir sebagai narasumber Rapat Koordinasi Tahunan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (19/1/2023), penerapan aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana kampanye dilakukan dengan mendorong peserta pemilu rutin menyampaikan penggunaan dana kampanyenya. KPU mewajibkan mereka untuk melaporkan baik diawal (Laporan Awal Dana Kampanye/LADK), pada saat kampanye (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye/LPSDK), dan diakhir (Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye/LPPDK).

Tidak sampai disitu, guna mewujudkan aspek transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana kampanye perlu melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) guna mengaudit penggunaan dana kampanye para peserta pemilu.

Tantangan dan Hambatan:

Pemilu acapkali dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti manipulasi, penipuan, atau bahkan intervensi asing. Dalam hal ini saya akan merinci tantangan-tantangan tersebut dan mencari solusi untuk memperkuat integritas pemilu.

Sejak dilaunching tahapan Pemilu oleh KPU pada 14 Juni 2022 lalu, dinamika perpolitikan di Indonesia terlihat mulai dinamis. Terutama sejak sejumlah parpol dan gabungan parpol mulai menjalin komunikasi-komunikasi politik untuk saling membangun koalisi. Pun saat masuk tahapan pencermatan data pemilih dan kini pencalegan. Dinamika terus berubah dan berkembang.

Terlepas dari it semua, dipastikan akan ada banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, para penyelenggara pemilu dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan Pemilu berkualitas di Tahun 2024 mendatang.

Selain masalah teknis persiapan Pemilu, partisipasi pemilih, transparansi, dan tata kelola pemilu yang akuntabel dan masa kampanye, masih ada hambatan, ancaman dan tantangan lain diluar itu. Salah satunya tentu soal praktik money politik.

Seperti pada Pemilu 2019 lalu, praktik-praktik politik uang, kemungkinan masih akan mendominasi di Pemilu 2024. Hal ini didukung sikap masyarakat / pemilih di Indonesia yang cenderung pragmatis. Para politikus, utamanya para caleg dan tim suksesnya masih akan melakukan segala cara agar mendapatkan simpati pemilih.

Baca juga :  Ratusan Pelajar di OKI Ramaikan Lomba Gerak Jalan dengan Kostum Unik

Dimungkinkan segala cara akan mereka gunakan untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Halal atau tidak, melanggar atau tidak, mereka tidak memikirkannya. Terpenting bagaimana caranya agar mereka bisa menang dan terpilih.

Praktik money politik kemungkinan akan lebih terpampang nyata tidak seperti Pemilu sebelumnya yang lebih banyak dilakukan saat menjelang hari pemungutan suara atau yang populer disebut “Serangan Fajar”.

Pada Pemilu 2024, “transaksi suara” dengan para pemilih kemungkinan akan terjadi secara vulgar. Bahkan kemungkinan transaksi akan dilakukan tidak dengan “person to person”, tapi dengan kelompok/gabungan masyarakat. Bisa jadi dilakukan oleh caleg/tim sukses dengan perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan RT/RW, kampung/dusun atau bahkan di tingkat desa.

Bisa juga dengan kelompok-kelompok masyarakat/kelompok keagamaan / organisasi pemuda lainnya. Untuk nominalnya pun kemungkian tidak lagi bicara nilai Rp20.000 hingga Rp100.000, tapi sudah jutaan untuk satu kelompok masyarakat tertentu.

Hal kedua bentuk hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Diketahui, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau lainnya untuk tujuan tertentu.

Seperti contoh sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dalam hal ini, identitas dipolitisasi melalui interprestasi secara ekstrim bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa ‘sama’, baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.

Sebagai salah satu upaya untuk menekan atau meminimalisir praktik money poltik, politik identitas, kampanye hitam maupun bentuk-bentuk kecurangan dalam Pemilu, kontribusi kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia adalah ikut dan mendukung upaya yang telah dilakukan penyelenggara pemilu Bawaslu. Meski sulit, tapi minimal akan mengurangi bentuk-bentuk kecurangan yang dapat menciderai proses demokrasi.

Baca juga :  Polsek Pedamaran Atur Lalu Lintas di H-1 Idul Fitri, Masyarakat Diimbau Tertib Berkendara

Peran Media Massa:

Media memiliki peran yang sangat krusial dalam membentuk persepsi publik terkait calon dan isu-isu pemilu. Mengulik dampak dan tanggung jawab media massa dalam mendukung proses demokratisasi melalui penyajian informasi yang akurat dan seimbang.

Dalam proses penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, tentu akan dilaksanakan lembaga yang ditetapkan berdasar UU No 7/2017 tentang Pemilu. Ada 3 penyelenggara pemilu yakni KPU sebagai penyelenggara teknis, Bawaslu sebagai pengawas dan DKPP yang menegakan kode etik penyelenggara pemilu. Ketiga lembaga ini merupakan satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan pemilu.

Saya menyadari peran media massa cukup penting dalam hal penyampaian informasi terkait pemilu, baik dari proses, edukasi pemilih hingga informasi terupdate.

Dalam rangka peningkatan proses penyelenggaraan pemilu, salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun kemitraan dengan stakeholder yang ada. Salah satunya melibatkan insan pers sehingga pesan dari penyelenggara Pemilu akan benar-benar dapat tersampaikan ke masyarakat umum.

Peran media massa dalam pemilu dan pemilihan serentak 2024 membutuhkan suatu pengetahuan pendidikan politik. Ketika kesadaran politik muncul, maka akan meningkatkan partisipatif politik dan ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama.

Karena partisipatif berperan sangat penting untuk mengontrol dan mengawasi jalanya penyelengaraan pemilu. Dengan begitu akan terhindar dari tindakan penyelewengan dan merubah kesadaran masyarakat dari apatis menjadi aktif dan ini tugas kita bersama membuat pemilu lebih berkualitas dan meningkatkan kepercayaan bagi publik.

Media juga harus memberikan informasi yang benar kepada masyarakat agar informasi itu mampu mengedukasi sehingga masyarakat hadir sebagai pengawas partisipatif dan mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran pemilu.

Keterlibatan semua komponen masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengawasan pemilu dipastikan dapat mewujudkan pemilu demokratis dan berintegritas.