JAMBI – Teater Tonggak Jambi hadirkan pergelaran berjudul Payung Terakhir karya/sutradara Didin Siroz, di Gedung arena Taman Budaya Jambi (TBJ) yang terletak di Jalan Sei Arbai I kawasan Sungaikambang, Telanaipura-Kota Jambi pada 13-14 Januari 2024.
Dua hari Pergelaran Payung Terakhir sukses memberikan kesan membekas bagi penonton atau apresiator yang turut menyaksikan karya tersebut. Sang sutradara tidak hanya memanjakan mata yang memandang, karena penuh warna-warni panggung, payung, suasana sejuk dari hujan buatan, gerakan atraktif, hingga aksi para aktor.
Bukan hanya itu, penonton tidak hanya dibuat terkesan dari pandangan tadi, namun mengajak merenung karena warna-warni payung menjadi simbol yang bermakna diiringi musik, berbalut pencahayaan membuat permainan menjadi tambah apik. Payung Terakhir pun juga terdapat tokoh atau aktor pemeran yaitu Pak Tuo, Tukang Ojek Payung dan seorang lelaki muda bernama Bara.
Tokoh menyuarakan kritik sosial, politik, hukum, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. Menariknya isu lingkungan menjadi kritik paling tajam, karena semakin mengkhawatirkannya kerusakan lingkungan, seperti hutan yang semakin sedikit, kebiasaan sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Akibatnya serapan air hujan berkurang bisa menjadi penyebab tanah longsor karena pohon-pohon penyangga yang semakin sedikit, saluran-saluran air yang terganggu menyebabkan tergenang hingga banjir.
Sebelumnya, Payung Terakhir kata Didin Siroz, merupakan Karya yang berangkat dari kegundahannya terhadap kondisi banyak hal di masyarakat.
“Kita tentu mengamati dan merasakan banyak hal dalam kehidupan, kehidupan sosial, lingkungan, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” Ujar Didin Siroz, disela-sela latihan (Kamis, 04/01/2024).
Diapun menguraikan bahwa Payung memiliki banyak makna, arti dan simbol bagi kita. Setiap sisinya tentu juga melakoni peran-peran berbeda dalam kehidupan.
“Payung bisa menjadi simbol pelindung, simbol keagungan, dan banyak lagi tentunya. Nanti tonton saja di panggung, kalau saya sebutkan semua tidak menjadi kejutan dong,” Tuturnya sembari tersenyum.
Jalannya cerita Payung Terakhir, dimulai adanya arakan pengantin sebagai simbol payung upacara adat. Arakan itu dibubarkan oleh hujan, lantas dihadirkan tukang ojek payung yang menjajakan jasanya di tengah musim hujan. Sayangnya dia tidak mendapat perhatian dan tidak satukan warga yang tertarik pada payungnya, hingga lelah dan bertarung melawan hawa dingin.
Lalu para tokoh lain membahas musim hujan yang akan diikuti oleh musim lainnya yaitu Banjir dan tanah longsor. Lalu pambawa payung memasuki panggung yang menggambarkan, bagaimana drama-drama di dunia nyata, bicara demokrasi seperti koalisi partai serta janji-janji politik.

Leave a Reply