Oleh: Trisno Okonisator, Wartawan dan Pemerhati Politik
Dalam gelaran Pilkada Kabupaten Ogan Komering Ilir, prinsip “tidak ada kawan maupun lawan yang abadi” terbukti menjadi kenyataan tak terbantahkan. Dinamika politik lokal memperlihatkan bagaimana kepentingan golongan tertentu sering kali mengeksploitasi nama rakyat demi mencapai tujuan pribadi.
Pilkada di wilayah tersebut bukan sekadar ajang merebut kekuasaan, melainkan panggung pertarungan berbagai kepentingan yang tersembunyi. Koalisi politik terbentuk atas dasar kepentingan jangka pendek, mengabaikan prinsip dan ideologi yang kokoh. Hal ini menciptakan peta politik yang dinamis, di mana kawan bisa berubah menjadi lawan dalam sekejap, dan sebaliknya.
Dukungan terhadap kandidat seringkali dipengaruhi oleh janji-janji infrastruktur, pemberdayaan ekonomi lokal, atau kebijakan sektor tertentu. Namun, di balik retorika populis, tersembunyi motif pragmatis politik yang mengedepankan keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Politik uang dan mobilisasi massa menjadi praktik umum dalam Pilkada, menciptakan ilusi dukungan rakyat yang sebenarnya dipengaruhi oleh kekuatan finansial dan pengaruh politik. Dinamika ini menggambarkan bagaimana aktor politik dengan cepat berubah posisi sesuai kepentingan politik dan situasi terkini.
Pilkada Kabupaten Ogan Komering Ilir menjadi cermin realitas politik Indonesia yang dipenuhi oleh kepentingan dan strategi politik. Klaim-klaim yang mengatasnamakan rakyat sering kali hanya menjadi kedok bagi kepentingan sempit elit politik, sementara rakyat menjadi alat untuk mencapai ambisi politik mereka.
Dulu Musuh, Kini Kawan: Manuver Politik Balancabup Muchendi dalam Pilkada OKI 2024
Manuver politik yang dijalankan oleh Balancabup Muchendi dalam Pilkada OKI tahun 2024, dengan menggandeng partai berlambang matahari, menunjukkan potensi kegagalan Iskandar yang kembali menghantui. Jika Muchendi berhasil menjabat sebagai bupati periode 2025-2030, hal ini mengindikasikan bahwa HM Ja’far Shodiq bukanlah bagian dari rezim sebelumnya, yang selama ini sering disalahkan atas kegagalan Shodiq.
Meskipun Shodiq memiliki keterbatasan saat menjabat wakil bupati dan bupati sementara, upaya untuk menciptakan kemajuan bagi Kabupaten OKI tetap terlihat. Sehingga, Pilkada OKI kali ini sering disebut sebagai pertarungan antara “anak papa” dan anak petani, di mana Shodiq harus menghadapi tekanan untuk tidak berhasil sebagai bupati periode 2025-2030.
Koalisi Gemuk: Ambisi Balonbup Muchendi dalam Pilkada OKI 2024
Koalisi gemuk yang dibangun oleh Balonbup Muchendi menunjukkan ambisinya untuk menguasai seluruh partai, kecuali PKB, PDI P, dan Hanura. Partai lain bergabung dalam gerbong untuk menyerang HM Ja’far Shodiq. Bahkan, isu rasial dimainkan untuk mendiskreditkan Shodiq, dengan harapan agar anak Transmigrasi tidak memimpin OKI.
Tanggapan dari pengamat politik .
Edison selaku pengamat politik Sumsel yang tinggal di OKI, menyoroti bahwa transformasi dari musuh menjadi kawan adalah hal lumrah, namun secara etika, tindakan Muchendi memajang foto Iskandar SE dan putranya, Alki, dapat merugikan posisinya. Semakin sering Muchendi mengaitkan dirinya dengan Iskandar, dukungan simpati pada Muchendi semakin menurun, mengingat Iskandar merupakan bagian dari kaum feodal, tutur Edison Aslan yang juga mantan anggota DPRD OKI periode 2004 – 2009.
Dengan demikian, penting bagi masyarakat OKI untuk bijak dalam memilih pemimpin, mengingat kesalahan dalam lima menit dapat berdampak sengsara selama lima tahun ke depan. Terutama jika pemimpin terpilih berasal dari kelompok “anak papa,” masyarakat kecamatan dengan banyak tanah seperti Sp. Padang, Pampangan, Cengal, Sungai Menang, dan Tulung Selapan harus siap-siap menghadapi potensi sengsara akibat pengelolaan tanah yang kurang bijaksana.
Belajarlah dari kasus Pedamaran, di mana putra-putra setempat hanya menjadi penonton dalam pemerintahan sendiri. Pilihan pemimpin haruslah bijaksana, agar tidak terulangnya kesalahan masa lalu yang merugikan masyarakat, pungkasnya.(****)
Discussion about this post