Edison juga menyoroti adanya pengadaan barang yang terkesan tumpang tindih, seperti pengadaan pendingin ruangan (AC) dengan dua rekening berbeda yang total anggarannya mencapai Rp800 juta per tahun.
“Kalau fungsinya sama, kenapa harus double? Ini jelas pemborosan,” katanya.
Sementara itu, pemerhati sosial politik Sumatera Selatan, Drs. Iklim Cahya.MM, menilai defisit anggaran tersebut mencerminkan ketidakrasionalan dalam proses perencanaan anggaran, khususnya saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
“Ini menunjukkan kemungkinan pihak Banggar DPRD tidak membahasnya secara teliti. Prediksi dan kalkulasi pendapatan juga tidak akurat, baik dari pusat maupun PAD,” ungkap Iklim.
Menurutnya, defisit sebesar Rp560 miliar mencerminkan kecerobohan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan kurangnya ketelitian dari Badan Anggaran DPRD.
“Defisit yang kemudian menjadi utang daerah ini jelas akan menyulitkan pemerintahan baru Muchendi-Supriyanto. Apalagi saat ini ada kebijakan efisiensi,” ujarnya.
Iklim mendorong dilakukannya audit khusus terhadap anggaran tersebut. “Jika hasil audit menemukan ketidaksesuaian, terutama terkait kualitas proyek yang tidak sepadan dengan anggaran, maka pemerintahan Muchendi-Supri sebaiknya hanya membayar sesuai dengan hasil audit tersebut,” pungkasnya.(DONI PRATAMA)

Leave a Reply