Batang Hari, 20 Januari 2025 – Sejumlah aktivis dari Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) dan Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Jambi (Kompej) Kabupaten Batang Hari menggelar aksi unjuk rasa damai di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Senami. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap maraknya illegal drilling yang merusak lingkungan dan membahayakan keselamatan warga setempat, serta tuntutan agar aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap para pelaku.
Para aktivis menyoroti pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 52 dan Pasal 53. Dalam pasal-pasal ini, disebutkan bahwa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas tanpa izin dapat dijatuhi pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Sementara itu, kegiatan pengangkutan, penyimpanan, dan niaga migas tanpa izin juga diancam dengan pidana penjara dan denda besar.
Koordinator Lapangan aksi, Solihin, dalam orasinya menyampaikan bahwa illegal drilling yang terjadi di Hutan Senami telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, termasuk kebakaran lahan dan jatuhnya korban jiwa akibat ledakan sumur minyak ilegal. “Kami tidak akan berhenti sampai tindakan tegas diambil. Kami meminta aparat penegak hukum segera menghentikan praktik ilegal ini dan menindak para pelakunya,” ujarnya dengan tegas.
Ketua LCKI DPC Kabupaten Batang Hari, Yernawita, SH, menambahkan bahwa pihaknya mendukung penuh upaya yang dilakukan oleh Kapolres Batang Hari untuk membasmi aktivitas ilegal ini. “Kami mendukung penuh langkah Kapolres yang telah menunjukkan komitmen dalam menuntaskan masalah ini. Kami hanya ingin agar hukum ditegakkan dengan adil,” ungkap Yernawita.
Aksi ini semakin mendapat perhatian publik setelah aktivis memasang sejumlah spanduk yang berisi pesan tegas, “Tangkap Pelaku Koordinasi Illegal Drilling,” di lokasi-lokasi strategis, termasuk di depan pos kehutanan Tahura Senami. Selain itu, selebaran yang memuat ancaman pidana bagi pelaku illegal drilling juga dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk edukasi hukum.
Dalam kesempatan ini, para aktivis juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum yang memfasilitasi illegal drilling. Mereka menyebutkan dua nama terduga, J. (Ketua RT) dan W. (seorang ASN), yang diduga menerima pungutan ilegal dari pelaku drilling. Uang koordinasi yang dipungut dari setiap drum minyak illegal diduga menjadi salah satu faktor yang memperburuk situasi dan menghambat penegakan hukum.
Para pelaku koordinasi harus segera ditangkap dan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mereka adalah bagian dari masalah yang merusak masa depan kita,” ujar Solihin
Aksi unjuk rasa ini berlangsung dengan tertib dan aman, namun para aktivis menegaskan bahwa mereka akan kembali turun ke jalan jika tuntutan mereka tidak segera dipenuhi. “Kami akan turun lagi dengan jumlah yang lebih besar jika tidak ada perubahan dalam waktu dekat. Kami akan terus memperjuangkan kelestarian Hutan Senami dan keselamatan masyarakat,” tutup Solihin.
Dengan dukungan penuh dari masyarakat, para aktivis berharap agar langkah ini bisa memicu kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari pihak berwenang untuk mengatasi illegal drilling yang merugikan banyak pihak..(Dyt)