Pelantikan pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang diketuai oleh Agus Hasan Mekki atau yang akrab dipanggil Ucu pada 22 Maret 2025 menyisakan ironi yang tak bisa diabaikan. Jumlah pengurus yang sebelumnya berjumlah 90 orang di era Juni Alfan Suri, kini melonjak menjadi 120 orang. Alih-alih membawa angin segar bagi masa depan olahraga OKI, komposisi baru ini justru menebarkan aroma politik balas budi yang begitu kentara.

Patut kita bertanya: Apakah tantangan olahraga di OKI sedemikian kompleks hingga perlu tambahan 30 pengurus? Ataukah struktur gemuk ini hanyalah daftar panjang kompromi politik, mengakomodasi titipan dari berbagai pihak berkepentingan?

Regenerasi pengurus bukan hal yang perlu dicurigai. Tapi, ketika pengisian kursi lebih mencerminkan kepentingan elit ketimbang kepentingan atlet, kekhawatiran masyarakat menjadi wajar. KONI semestinya menjadi motor pembinaan atlet, bukan arena transaksional politik lokal.

Kita tak bisa memungkiri, prestasi olahraga OKI masih jauh tertinggal. Fasilitas seadanya, event kompetitif jarang digelar, prestasi di tingkat provinsi maupun nasional pun minim. Seharusnya pelantikan ini menjadi momentum perbaikan: membentuk tim ramping, solid, profesional, dengan satu visi besar—memajukan olahraga OKI dan mengangkat marwah atlet.

Baca juga :  Pj. Bupati OKI Apresiasi OPD Berkinerja Baik di 2024

Sayangnya, yang tampak justru sebaliknya. Struktur organisasi yang gemuk berpotensi menggerus anggaran pembinaan. Bagaimana olahraga OKI mau maju, jika energi pengurus lebih tersita pada bagi-bagi kursi dan loyalitas politik?