DALAM HIRUK-PIKUK konstelasi politik Kabupaten Ogan Komering Ilir, dua tokoh sentral, HM Dja’far Shodiq dan Muchendi Mahzareki, telah memberikan teladan bagaimana merangkul perbedaan tanpa mengorbankan persatuan. Meskipun berbeda latar belakang dan pilihan politik, kedua figur yang dikenal sebagai tokoh “Bumi Bende Seguguk” ini menunjukkan bahwa kerukunan dalam perbedaan adalah kunci bagi kemajuan daerah.
Keduanya berjalan rukun, meskipun berada pada jalur politik yang berbeda. HM Dja’far Shodiq, dengan pasangannya Abdi Yanto, SH, MH, serta Muchendi Mahzareki SE, M.Si, dengan Suprianto, SE rasanya tak pernah sekalipun menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk saling menjatuhkan.
Sebaliknya, mereka mengajarkan bahwa politik adalah arena untuk adu gagasan, bukan perang kata-kata di medsos, bukan pula saling membuka aib. Sikap kedua calon pemimpin Kabupaten OKI ini adalah contoh nyata dari demokrasi yang sehat, di mana perbedaan pandangan justru memperkaya pilihan masyarakat untuk memilih terbaik dari terbaik.
Namun, tentunya tanggung jawab tak hanya terletak pada para calon pemimpin beserta pasangannya saja. Pendukung masing-masing calon pun harus meniru sikap rukun yang telah dicontohkan.
Hindari potensi perpecahan. Terkadang tingkah laku dari pendukung malah berlaku kontra produktif terhadap garis kebijakan dari paslon itu sendiri, yang pada akhirnya kredibilitas pasangan calon tergerus oleh tingkah pendukungnya sendiri.
Lebih bijak bila mengutamakan etika dalam berkampanye, menghargai perbedaan pendapat, dan lebih fokus pada program serta gagasan yang ditawarkan adalah langkah-langkah penting yang harus dilakukan masing-masing pendukung.
Demokrasi bukan sekadar tentang memenangkan pemilihan, tetapi juga tentang menjaga keharmonisan, membangun bersama masa depan dengan harapan. Dalam suasana yang penuh perbedaan seperti sekarang ini, paling penting menjaga persatuan dan kesatuan diantara sesama loyalis kandidat Bupati Ogan Komering Ilir masa periode tahun 2024-2029 mendatang
Sebagai pendukung, tidak perlu saling mencari celah keburukan, karena setiap pasangan calon pun memiliki catatan tersendiri. Mengungkap kisah usang masa lalu atau pun saling membuka tabir keburukan, tidak ubahnya seperti kata pepatah “Menang menjadi abu, Kalah menjadi arang”. Tidak ada yang lebih penting dari persatuan.
Tidak perlu superior diatas pendapat orang lain, karena sejatinya kemerdekaan menyatakan pendapat dilindungi undang-undang negara. Berbeda bukan berarti saling mencela.
Tidak perlu reaktif terhadap kritikan, karena sesungguhnya dari beragam perspektif berbeda, merupakan kedewasaan kita berdemokrasi sekaligus memberikan pencerahan bagi masyarakat sekaligus pemegang hak pilih dalam menentukan kebijakan.
Singkirkan benalu-benalu yang mengatasnamakan pendukung loyalis, namun kelakuannya justru berlaku provokatif, menggunting dalam barisan, atau berkhianat sesama internal.
Sudah seharusnya sebagai pendukung loyalis, mulai dari para tim sukses, barisan keluarga besar, kumpulan komunitas, hingga relawan dan simpatisan melihat kerukunan antara HM Dja’far Shodiq dan Muchendi Mahzareki sebagai cerminan dari bagaimana politik seharusnya berjalan—sebagai ajang untuk membangun, bukan justru saling menghancurkan harkat dan martabat sesama anak bangsa negeri ini.
Dengan meneladani sikap kedua tokoh ini, masyarakat bisa berharap bahwa perbedaan pilihan politik tidak akan memecah belah, melainkan justru memperkuat semangat bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh warga Ogan Komering Ilir (Rachmat Sutjipto)
Penulis merupakan Pemimpin Redaksi Parameswara, sekaligus pemegang Sertifikasi Kompetensi Wartawan Jenjang Utama.
Discussion about this post