Proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) terus menjadi perbincangan publik, terutama terkait dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan. Sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), pengembangan kawasan ini dianggap memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa proyek ini dapat meminggirkan masyarakat lokal dan mempersempit akses publik terhadap ruang-ruang bersama, seperti pantai dan pesisir.
Pembangunan dalam skala besar memang tidak bisa dihindari dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi. Namun, prosesnya harus tetap berlandaskan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Dalam konteks PIK 2, yang menjadi pertanyaan utama adalah sejauh mana proyek ini memperhitungkan hak-hak masyarakat sekitar? Apakah kajian dampak sosial dan lingkungan sudah dilakukan secara transparan dan komprehensif?
Kekhawatiran masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja. Banyak warga yang merasa proyek ini lebih menguntungkan kelompok tertentu daripada publik secara luas. Mereka menilai bahwa pembangunan PIK 2 bukan sekadar pengembangan wilayah, tetapi juga bagian dari tren ekspansi korporasi besar yang berpotensi mengubah struktur sosial-ekonomi di kawasan tersebut.
Pemerintah memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa pembangunan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Transparansi dalam perizinan, keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan, serta pengawasan yang ketat terhadap dampak lingkungan harus menjadi prioritas.
Di sisi lain, pengembang juga harus lebih terbuka terhadap aspirasi masyarakat. Komitmen untuk menjaga keseimbangan antara investasi dan kepentingan publik harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan sekadar janji. Jika keberatan dari masyarakat terus diabaikan, bukan tidak mungkin proyek ini justru akan memicu ketegangan sosial yang lebih luas.
Pembangunan yang baik bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga soal bagaimana memastikan setiap langkah pembangunan membawa manfaat yang adil bagi semua pihak. Proyek sebesar PIK 2 seharusnya tidak hanya dinilai dari aspek investasi dan profitabilitas, tetapi juga dari dampaknya terhadap kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu meninjau ulang proyek ini dengan pendekatan yang lebih inklusif. Dialog yang konstruktif dengan masyarakat, audit lingkungan yang ketat, serta kebijakan yang mengakomodasi kepentingan publik adalah langkah yang harus segera diambil. Jika tidak, ketimpangan dan ketidakadilan yang muncul akibat pembangunan bisa menjadi bom waktu yang justru menghambat kemajuan itu sendiri.(Doni Pratama)