Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, kini mulai diimplementasikan secara bertahap, termasuk di Sumatera Selatan. Program ini merupakan janji kampanye yang kini diwujudkan dalam kebijakan konkret, sekaligus menandai komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi pelajar di Indonesia.
Kehadiran MBG tentu membawa optimisme bagi masyarakat, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah yang selama ini menghadapi tantangan dalam pemenuhan gizi anak-anak mereka. Program ini diharapkan mampu mengurangi angka malnutrisi dan meningkatkan daya konsentrasi siswa dalam proses belajar. Dengan pola lima hari sekolah yang diterapkan saat ini, tidak sedikit siswa yang datang ke sekolah tanpa sarapan atau makan siang yang memadai. MBG bisa menjadi solusi untuk memastikan setiap anak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.
Namun, dalam pelaksanaannya, program ini tidak lepas dari kritik dan tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah besarnya anggaran yang harus dialokasikan. Dengan jumlah siswa yang mencapai jutaan di seluruh Indonesia, pendanaan MBG tentu tidak sedikit. Namun, hal ini semestinya telah dihitung dan direncanakan dengan matang. Efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara menjadi kunci agar program ini tidak menjadi beban fiskal yang berlebihan.
Selain itu, ada pula kekhawatiran mengenai potensi penyimpangan dalam distribusi dan pengelolaan dana MBG. Program yang melibatkan rantai pasokan panjang dan berbagai pihak berpotensi menimbulkan celah korupsi jika tidak diawasi dengan ketat. Oleh karena itu, pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program ini harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel. Audit berkala serta keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dapat menjadi langkah preventif untuk mencegah potensi penyalahgunaan.

Leave a Reply