Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Tata Kelola Pemerintahan
Menumbuhkan sikap empati dan kepedulian terhadap sesama di era teknologi informasi memerlukan pendekatan yang berbeda dari yang diharapkan di masa lalu. Kehidupan di era digital telah membawa perubahan besar dalam cara kita berinteraksi dan berkomunikasi. Kemajuan teknologi, terutama perangkat gadget yang semakin canggih, telah mengubah lanskap sosial dan mempengaruhi perkembangan emosional manusia. Salah satu dampak yang menjadi perhatian adalah berkurangnya rasa empati pada generasi muda yang semakin terkungkung dalam dunia gadget. Empati adalah kemampuan manusia untuk memahami dan merasakan perasaan dan pengalaman orang lain.
Hal ini sangat penting dalam membentuk hubungan yang sehat seperti, membangun koneksi emosional, mendorong kepedulian sosial, meningkatkan rasa solidaritas, dan lainnya.
Namun, dengan meningkatnya ketergantungan pada gadget seperti smartphone, tablet, dan komputer, generasi muda justru sering kali terjebak dalam dunia virtual yang mengarah pada hilangnya kontak langsung dengan orang lain yang berada di sekitarnya. Hal ini memunculkan masalah baru mengingat generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang perlu memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap sesamanya.
Interaksi sosial yang dilakukan melalui gadget sering kali terbatas pada pesan teks, obrolan singkat, atau komunikasi online yang minim ekspresi emosional. Generasi muda mungkin kehilangan kemampuan untuk membaca bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan intonasi suara yang penting dalam memahami perasaan orang lain. Hal ini dapat memicu berkurangnya kemampuan mereka untuk merespons dengan rasa empati.
Terjebak dalam dunia maya yang terkadang penuh dengan perbandingan sosial, penghakiman, dan kekerasan, generasi muda dapat menjadi kurang peka terhadap perasaan orang lain di sekitarnya. Mereka mungkin lebih fokus pada eksistensi online mereka sendiri daripada mengembangkan empati terhadap orang lain di dunia nyata. Ketergantungan pada gadget dapat menyebabkan isolasi sosial yang lebih besar. Generasi muda yang sudah terisolasi mungkin lebih memilih berinteraksi dengan perangkat mereka daripada terlibat langsung dalam kegiatan sosial maupun berinteraksi dengan orang yang berada didekatnya.
Konten digital seperti game, video, dan media hiburan online sering kali tidak memperkuat nilai-nilai empati. Kekerasan, perilaku tidak empatik, dan pesan yang merendahkan dapat mempengaruhi pemahaman dan sikap generasi muda terhadap orang lain. Terlalu sering melihat konten semacam ini dapat mengurangi rasa empati dan rasa kepedulian mereka terhadap perasaan dan kebutuhan orang disekitarnya.
Untuk memperkuat rasa empati pada generasi muda yang terkungkung dalam gadget, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pendidikan tentang empati di sekolah dan di rumah harus memberikan perhatian khusus pada nilai-nilai empatik. Generasi muda perlu diajarkan tentang pentingnya memahami perasaan orang lain, menghargai perbedaan, dan berempati terhadap pengalaman orang lain. Mendorong generasi muda untuk terlibat dalam kegiatan di dunia nyata, seperti kegiatan sosial, sukarela, atau kegiatan kelompok, akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mempraktekkan empati secara langsung. Memfasilitasi diskusi dan refleksi juga dapat membantu meningkatkan kesadaran empati.
Dengan refleksi yang terbuka, mereka dapat memahami perspektif orang lain dan membangun empati yang lebih mendalam. Orang dewasa di sekitar generasi muda harus menjadi contoh yang baik dalam mempraktekkan empati. Dengan menunjukkan sikap empatik dalam interaksi sehari-hari, mereka dapat memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk melakukannya juga. Sebagai alternatif, teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan empati jika digunakan dengan bijak. Misalnya, memanfaatkan platform sosial untuk membagikan cerita tentang pengalaman hidup yang menjadi pacuan motivasi, mempromosikan kebaikan, dan membangun kesadaran akan isu-isu sosial.
Sementara itu, dalam era digital yang semakin maju, pemerintah memainkan peran penting dalam memfasilitasi penggunaan teknologi yang bijak untuk meningkatkan empati dan kepedulian. Dengan mendukung penguasaan teknologi digital sebagai keterampilan utama, pemerintah tidak hanya membantu generasi muda dalam menghadapi tantangan era baru, tetapi juga mempromosikan penggunaan teknologi sebagai alat untuk membangun hubungan yang lebih baik dan peduli terhadap sesama. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menekankan bahwa generasi muda harus memiliki penguasaan teknologi digital karena era saat ini adalah era baru yang belum pernah dialami sebelumnya, di mana teknologi digital hampir menghapus semua jenis keterampilan yang selama ini dipersyaratkan untuk menjadi manusia beradab
(https://www.kominfo.go.id/content/detail/52066/pemerintah-dorong-milenial-dan-gen-z-kuasai-teknologi-digital/0/berita).
Pemerintah juga menyadari tantangan moral dan etika yang muncul dari era digital, yang menuntut generasi muda untuk memiliki batasan moral dan etika dalam menggunakan teknologi digital. Menko Muhadjir menyampaikan bahwa “Revolusi Mental” merupakan gerakan bersama untuk merubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup, dengan sikap positif terhadap suatu permasalahan perlu terus dikembangkan, sehingga perlu pergeseran tingkatan sikap dari antipati, apati, simpati, menjadi empati.
Selain itu, pemerintah juga berusaha untuk memanfaatkan teknologi digital untuk mendukung pembangunan dan transformasi masyarakat. Misalnya, penerapan smart city di Institut Kebangsaan (IKN) menjadi kesempatan untuk mengakselerasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan public.
Program-program seperti Digital Talent Scholarship, 1000 Startup Digital, dan Startup Studio ID juga dijalankan oleh pemerintah untuk mendukung inovasi dan pengembangan startup digital, yang dapat menjadi wadah bagi generasi muda untuk mengembangkan solusi inovatif yang dapat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperkuat sikap empati dan kepedulian.
Dengan demikian, peran pemerintah dalam menumbuhkan sikap empati dan kepedulian terhadap sesama di era teknologi informasi melibatkan pendidikan, pembatasan moral dan etika, pemanfaatan teknologi digital untuk pembangunan, dan mendukung inovasi dan startup digital. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berperan aktif dalam memfasilitasi lingkungan yang mendukung generasi muda untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk menjadi bagian dari masyarakat yang peduli dan empatik.