OPINI  

Etika Kampanye vs. Politik Uang: Menguak Modus Politik Uang dalam Pemilu

Oleh: Syaiful Bakri
Ketua Forum Masyarakat Peduli Pilkada Jambi (FMP2J)

Selayangnews.id, Money politic dalam pilkada adalah praktik ilegal di mana calon atau tim sukses menggunakan uang atau barang berharga untuk mempengaruhi pilihan pemilih. Tujuannya adalah membeli suara agar pemilih mendukung calon tersebut, sering kali dilakukan melalui pemberian langsung ke masyarakat. Praktik ini merusak integritas pemilu karena suara pemilih dipengaruhi insentif materi, bukan program kerja atau visi calon.

Lebih jauh, money politic juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap pemilu, yang seharusnya menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang berkualitas dan berkomitmen pada kepentingan rakyat. Pemilih yang terpengaruh oleh uang atau barang-barang materi cenderung tidak mempertimbangkan kualitas, integritas, maupun kompetensi calon. Mereka lebih fokus pada keuntungan sesaat yang diberikan, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang dari pemilihan tersebut.
Salah satu contoh konkret dari praktik ini muncul dalam video viral yang menunjukkan dugaan pelanggaran kampanye oleh Calon Gubernur Jambi, RH. Dalam video tersebut, RH terlihat secara terang-terangan membagikan uang kepada warga saat kampanye di Sarolangun, yang langsung menuai respons keras dari berbagai elemen masyarakat. Peristiwa ini memicu berbagai reaksi, baik dari masyarakat maupun pengamat politik, yang mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran etika kampanye dan penyuapan. Banyak pihak menilai bahwa aksi RH dapat merusak integritas proses demokrasi dan kepercayaan publik terhadap calon pemimpin.
Peristiwa tersebut semakin memperjelas modus operandi politik uang yang kerap muncul di masa kampanye, di mana calon kepala daerah memanfaatkan situasi ekonomi warga untuk mempengaruhi pilihan politik mereka. Tidak hanya itu, tindakan RH dalam video tersebut memperlihatkan bagaimana politik uang sering kali dikemas secara terang-terangan, mengabaikan aturan kampanye yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu.
Kasus ini semakin menegaskan bahwa praktik politik uang tidak hanya melibatkan pemberian materi secara terselubung, tetapi kini dilakukan secara terang-terangan, seolah menantang aturan yang telah ditetapkan. Video yang beredar menjadi bukti nyata dari fenomena ini, di mana RH, bersama tim suksesnya, tak ragu-ragu membagikan uang kepada pedagang secara langsung dengan iming-iming dukungan politik.
Seperti diketahui, dalam video berdurasi dua menit tersebut tampak Cagub RH didampingi Timses dengan menggunakan atribut kampanye dan petinggi partai politik pengusung, membagikan uang pecahan Rp 50 ribu ke pedagang dengan meminta kepada pedagang untuk memilihnya pada Pilgub Jambi mendatang. Aksi ini memicu kontroversi dan mendapat sorotan luas dari berbagai kalangan. Banyak yang menilai tindakan tersebut sebagai upaya terang-terangan untuk membeli suara, yang tak hanya melanggar etika politik, tetapi juga merusak integritas proses pemilu yang seharusnya berlangsung secara demokratis dan adil.
Sebagai respons terhadap situasi ini, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lembaga pemantau pemilu mulai mengumpulkan bukti-bukti dan mengajukan laporan kepada Bawaslu. Mereka meminta agar tindakan tegas diambil terhadap pelanggaran tersebut. Dalam konteks ini, transparansi dan akuntabilitas menjadi tuntutan utama dari masyarakat untuk memastikan bahwa pemilu berjalan adil dan tidak dipengaruhi oleh praktik-praktik yang merugikan.
Situasi ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap kampanye politik, guna menjaga nilai-nilai demokrasi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon. Peran lembaga seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi krusial, karena merekalah yang berwenang menindak pelanggaran, termasuk praktik money politic. Dengan pengawasan yang tegas, calon kepala daerah yang terbukti memberikan uang untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih dalam Pilkada serentak 2024 dapat dibatalkan pencalonannya jika sudah ada keputusan dari Bawaslu.
Hal ini diatur dalam Pasal 73 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang dikenal dengan UU Pilkada. Pasal tersebut dengan tegas melarang praktik politik uang, yang tercantum dalam ketentuan berikut:
(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi, dapat dikenai sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Selain calon kepala daerah, UU Pilkada juga melarang anggota partai politik, tim kampanye, maupun relawan memberikan uang secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat dalam Pilkada 2024. Praktik politik uang yang bertujuan untuk mempengaruhi pilihan pemilih, membuat suara menjadi tidak sah, atau memengaruhi pemilih agar tidak memilih calon tertentu juga dilarang keras oleh undang-undang.
Tim kampanye yang terbukti melakukan politik uang berdasarkan putusan pengadilan akan dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penting dicatat bahwa pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana. Pasal 73 ayat (5) UU Pilkada menegaskan, “Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana.”
Dengan demikian, UU Pilkada memberikan perlindungan terhadap integritas proses pemilihan dengan menetapkan konsekuensi yang jelas, baik dari segi administratif maupun pidana, bagi pihak-pihak yang terlibat dalam politik uang. Hal ini semakin menegaskan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan bahwa pemilu dapat berlangsung dengan adil dan demokratis.
Pada akhirnya, tanggung jawab menjaga integritas demokrasi tidak hanya berada di tangan lembaga pengawas dan hukum, tetapi juga di tangan setiap pemilih. Masyarakat perlu lebih kritis dan tidak mudah terbuai oleh iming-iming materi sesaat yang dapat mengorbankan masa depan bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *