Selayang.id, MERANGIN — Dalam memuluskan aksi penipuannya, Ahmad Taufik dan Sumiran mencatut nama pejabat di tubuh Polres Merangin, sehingga korban percaya bahwa pelaku bisa menyelesaikan kasus hukum yang menyerat suami korban.
Informasi yang didapat, ternyata pelaku dua kali meminta uang kepada korban berinisial RH Warga Pamenang. Pertama, pelaku meminta uang Rp 3 Juta, berdalih untuk uang jalan. Kedua, pelaku meminta uang Rp 40 Juta yang akan dibagikan ke Polres, Kasat Reskrim, Kasi Pidum Kejari dan Pengacara suami korban.
Namun itu hanya cara pelaku meyakinkan korban, ternyata uang tersebut digunakan untuk kepentingan pelaku pribadi.
Karena korban mencium suatu yang mencurigakan, karena kasus suaminya tetap berjalan sesuai aturan tanpa ada penangguhan ataupun penyelesaian kasus seperti yang dijanjikan pelaku.
Sehingga sekitar akhir tahun 2021 lalu, korban membuat pengaduan ke Polres Merangin, bahkan sudah ada upaya damai antara kedua pihak, namun pelaku tidak memenuhi permintaan korban untuk mengembalikan uangnya.
Sehingga kasus tersebut berlanjut dan kedua pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Dan itu dilakukan sesuai dengan aturan, tanpa ada unsur lainnya.
Kasat Reskrim Polres Merangin, AKP Indar Wahyu yang dikonfirmasi mengaku dirinya pernah ditemui, namun dirinya tidak pernah menerima apapun, bahkan dirinya tidak menyetujui permintaan mereka.
“Dan itu semua tidak benar dan kami tidak menerima apapun. Kami menjalankan tugas, memang ada, mereka meminta tolong, tapi kami tidak mau,” jelas Kasat, Selasa (15/2/2022).
Dan Kasat Reskrim membantah, bahwa ada unsur dendam pribadi kepada pelaku, karena sering diberitakan terkait aktivitas PETI di Merangin.
“Banyak kok teman-teman wartawan yang membuat berita PETI, tidak logis kalau kami dibilang dendam,” tegasnya.
Meskipun namanya dicatut, Kasat Reskrim mengatakan, tidak akan menggunakan haknya sebagai warga Negara, dengan melaporkan pelaku, karena telah mencatut nama dirinya.
Sementara itu Sugito, selaku pengacara suami korban, yang nama disebut pelaku menerima aliran uang hasil penipuan tersebut membantah. Menurutnya, ia hanya menerima haknya selaku pengacara sebesar Rp 10 Juta.
Namun itupun tidak sesuai dengan perjanjian, sesuai perjanjian, sebagai pengacara dirinya dibayar Rp 10 Juta, awalnya hanya Terima Rp 8 Juta, kemudian pelaku minta lagi dan dikasih, sehingga dirinya hanya menerima Rp 7 Juta.
“Mereka juga interpensi untuk penangguhan klien yang saya tangani. Ini sudah tidak benar. Kemudian saya pastikan kepada RH (Korban), ternyata baru tahu kalau ibu itu kasih uang Rp 40 juta kepada mereka,” terangnya.
Terkait uang tersebut pernah dirinya tanyakan, waktu itu salah satu pelaku (Taufik) mengaku itu uang operasional. “Waktu itu saya sampaikan, diluar surat perintah dan nominal untuk jaya saya sebagai pengacara telah tercantum, saya tidak mau terima. Dan saya waktu itu sarankan untuk mengembalikan uang itu ke korban,” pungkasnya. (Supmedi)
Discussion about this post