Kelangkaan LPG 3 kg kembali menghantui warga Palembang. Antrean panjang di pangkalan, harga yang meroket di pengecer, dan kebijakan yang berubah-ubah membuat situasi semakin tidak menentu. Setiap kali persoalan ini muncul, pertanyaan yang sama selalu terlontar: siapa yang harus bertanggung jawab?

Sebagian orang menuding pemerintah, baik pusat maupun daerah, karena gagal mengantisipasi lonjakan permintaan dan tidak melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi. Di sisi lain, ada juga yang menyalahkan pengecer nakal yang memainkan harga sesuka hati. Namun, tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa perilaku konsumsi masyarakat yang tidak tepat sasaran turut memperburuk keadaan.

Bermasalah dari Hulu ke Hilir

Persoalan ini sebenarnya bukan hal baru. Setiap tahun, terutama menjelang Ramadan dan Lebaran, kelangkaan LPG 3 kg selalu berulang. Pemerintah sering berdalih bahwa pasokan cukup, hanya saja distribusinya tersendat. Pernyataan ini terdengar klasik, sebab jika pasokan benar-benar cukup, mengapa masyarakat tetap kesulitan mendapatkannya?

Masalah utamanya ada pada rantai distribusi yang berlapis-lapis. Dari Pertamina, LPG disalurkan ke agen, lalu ke pangkalan, dan akhirnya sampai ke konsumen. Di setiap tahap ini, selalu ada peluang permainan harga. HET LPG 3 kg untuk Sumatera Selatan ditetapkan Rp15.650 per tabung, tetapi kenyataan di lapangan jauh berbeda. Pengecer sering menjual dengan harga Rp20.000 hingga Rp25.000, bahkan lebih di daerah tertentu.

Baca juga :  BBS Usulkan Batas Wilayah Muara Jambi dan Sumsel direvisi

Pemerintah daerah pun tak bisa lepas tangan. Pengawasan yang lemah membuat distribusi LPG rawan diselewengkan. Misalnya, ada kasus di mana LPG subsidi justru dipasok ke restoran atau usaha menengah yang seharusnya tidak berhak.

Kebijakan yang Membingungkan

Kebijakan pemerintah juga sering kali membingungkan. Baru-baru ini, distribusi LPG 3 kg sempat dibatasi hanya untuk pangkalan resmi, dengan dalih agar subsidi lebih tepat sasaran. Namun, kebijakan ini justru menyulitkan masyarakat karena tidak semua bisa mengakses pangkalan dengan mudah. Akibatnya, muncul kepanikan, dan harga di pasar gelap pun melonjak.

Setelah banyaknya keluhan, pemerintah akhirnya mencabut larangan tersebut, membolehkan pengecer kembali menjual LPG 3 kg. Tapi keputusan yang berubah-ubah ini menunjukkan bahwa perencanaan kebijakan masih lemah. Alih-alih memberikan solusi, justru memperkeruh keadaan.

Masyarakat Juga Punya Peran