Di sisi lain, masyarakat juga punya peran dalam kelangkaan ini. LPG 3 kg sejatinya diperuntukkan bagi keluarga miskin dan usaha mikro. Namun, faktanya, banyak rumah tangga mampu tetap menggunakan LPG subsidi karena alasan harga lebih murah. Kesadaran masyarakat untuk beralih ke LPG non-subsidi masih rendah, sementara pengawasan pemerintah terhadap pengguna akhir nyaris tidak ada.
Jika pola konsumsi seperti ini terus dibiarkan, maka kelangkaan LPG 3 kg akan terus berulang. Mereka yang benar-benar membutuhkan akan selalu menjadi korban.
Solusi: Tegas dan Konsisten
Persoalan LPG 3 kg di Palembang dan daerah lain tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan reaktif. Pemerintah harus mengambil langkah konkret dan konsisten. Beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Distribusi yang Transparan – Pemerintah harus memastikan LPG subsidi hanya dijual kepada mereka yang berhak. Digitalisasi distribusi dengan sistem berbasis KTP atau aplikasi bisa menjadi solusi.
2. Pengawasan Ketat – Agen dan pangkalan harus diawasi lebih ketat agar tidak bermain harga atau menjual kepada pihak yang tidak berhak.
3. Edukasi dan Sosialisasi – Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa LPG 3 kg bukan untuk semua orang. Kampanye penggunaan LPG non-subsidi harus lebih masif.
4. Stabilitas Kebijakan – Pemerintah harus berhenti membuat kebijakan yang berubah-ubah. Jika ingin mengatur distribusi, lakukan perencanaan matang agar tidak merugikan masyarakat.
Kelangkaan LPG 3 kg bukan sekadar soal pasokan dan distribusi. Ini adalah masalah klasik yang mencerminkan banyaknya celah dalam tata kelola energi bersubsidi di Indonesia. Tanpa langkah nyata dan keberanian untuk bertindak tegas, perdebatan tentang “salah siapa” akan terus berulang, tanpa solusi yang benar-benar menyelesaikan masalah.( ***)

Leave a Reply