Pertama, pemerintah kota Sungai Penuh seharusnya dalam menginput di SIPD dipisahkan atau dirinci antara belanja ADD dan bantuan provinsi.
Kedua, agar dilakukan pemeriksaan atau audit Inspektorat / APIP terhadap kekurangan anggaran ADD dan bantuan provinsi.
Ketiga, berdasarkan pemeriksaan audit Inspektorat pemerintah Kota Sungai Penuh menetapkan pengakuan utang kepada desa terhadap kekurangan penganggaran belanja ADD dan bantuan keuangan Provinsi kepada desa.
Keempat, dalam penyusunan laporan keuangan dan laporan realisasi anggaran agar diungkapkan dicantumkan kekurangan penganggaran untuk desa yang bersumber ADD dan bantuan keuangan Provinsi.
Kelima, Pemerintah Kota Sungai Penuh dapat menganggarkan kekurangan anggaran ADD dan bantuan Provinsi Tahun 2021 pada perubahan APBD Kota Sungai Penuh Tahun 2022.
Keenam, pemerintah desa menganggarkan pendapatan atas kekurangan anggaran ADD dan bantuan keuangan Provinsi pada Perubahan APBDes Tahun 2022 setelah ditetapkan pemerintah Kota Sungai Penuh mencantumkan anggaran kekurangan ADD dan Bantuan Provinsi Tahun 2021 dalam perubahan APBD Kota Sungai Penuh Tahun 2022.
Ketujuh, pemerintah desa merinci belanja yang telah dilaksanakan yang belum dibayar pada Tahun 2021 pada rekening belanja pada perubahan APBDes Tahun 2022 sesuai kekurangan realisasi pada tahun 2021.
Terkait ADD 16 desa di Kota Sungai Penuh yang belum dicairkan itu Koordinator penganggaran M. Rasyid menjelaskan bahwa sekecil apapun belanja daerah tentu ada persetujuan dewan.
Berdasarkan PP 12 Tahun 2009 dan PP 58 bahwa ADD dihitung dari dana DAU. “Tahun 2021 Kota Sungai Penuh sebesar Rp. 418 M. Pemerintah pusat mengurangi DAU sebesar Rp. 13 milyar. Jadi tersisa Rp. 415 Milyar,”bebernya.
Ketua DPRD Kota Sungai Penuh H. Fajaran menyebutkan bahwa kehadirannya disini menjalani tugas sebagai pengawasan. “Saya disini ikut mengawasi yang menjadi persoalan anggaran yang telah dibahas tadi.
“Terkait pembahasan ADD prosesnya adalah penyampaian ke dewan dan final kami sudah mengkaji. Keputusan yang kami ambil selalu kami sandingkan regulasi yg ada terutama peraturan keuangan,”jelasnya
Ia mengaku sedikit keraguan tentang sistem SIPD. Pasalnya, didalam menggunakan sistem ini harus betul-betul dipahami.
“Kami mengesahkan anggaran Rp. 47. Milyar lebih sudah dialokasikan ternyata kami menyadari sistem SIPD membuat bingung kami jadi perlu adanya pemahaman yang lebih teliti,”urainya
Sudah kita alokasikan. Ternyata kita menyadari sistem STAPD. Ini yg membuat kebingan kami. Harus ada pemahaman yg lebih teliti lagi STAPD ini.
Fajran membenarkan bahwa, soal ADD 16 desa disandingkan lagi dengan kendaraan untuk kepala daerah. “Pembahasannya terjadi pada APBD 2021 yang kami sahkan sebelum tahun anggaran berakhir,”ungkapnya.
Tidak ada kaitannya dengan politik. Kata Fajran pada pembahasan itu belum diketahui siapa pemenang pilwako. “Jangan dikaitkan dengan politik. Disaat pembahasan apakah untuk Amhadi atau untuk Fikar. Dari dulu saya tanyakan manfaat dan gunanya dan peraturan yang ada dan juga kelayakan kendaraan yang dianggarkan itu,”terang Fajran.
Termasuk kedaraan ini sudah kami diskusikan apakah boleh atau tidak ternyata setelah dipertimbangkan maka tetap kita anggarkan dan kita tunggu evaluasi di provinsi Jambi. Alhamdulillah provinsi tidak menjadi persoalan
Menariknya Fajran telah melakukan koordinasi dengan salah seorang anggota KPK RI dalam sebuah acara. “Setelah memberikan materi oleh KPK RI saya meminta waktu untuk bertanya berkaitan ADD. Singkat cerita beliau mengatakan bisa dianggarkan dengan hutang daerah di APBD-P,”tukasnya. (Dw)

Leave a Reply