Diskursus publik terkait pembangunan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan stockpile batubara PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) di Aur Kenali dan Penyengat Rendah, Kota Jambi, akhir-akhir ini mencuat ke permukaan dengan aroma konflik dan pernyataan yang mengundang keresahan. Terlebih, ketika opini-opini tersebut datang dari individu yang mengklaim dirinya sebagai akademisi, pengamat, atau aktivis lingkungan—namun menyampaikan pandangan yang sempit, emosional, dan seringkali tanpa dasar data yang valid serta terkesan tendensius ingin menggerus kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan daerah seolah tidak tanggap dengan isu lingkungan.

Salah satu opini yang tengah viral, misalnya, secara terbuka menyebut proyek PT SAS sebagai “ancaman eksistensial”, meramalkan kerusakan ekologis dan sosial secara luas, serta seolah menghakimi bahwa pemerintah, perusahaan, dan masyarakat yang mendukung pembangunan ini tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Ini adalah narasi sepihak yang menyesatkan dan berpotensi merusak nalar publik secara kolektif.

*Menolak Upaya Perampasan Diskursus Publik*
Kita harus menyadari bahwa dalam demokrasi, perbedaan pandangan adalah keniscayaan. Namun, ketika seseorang mengatasnamakan otoritas akademik tetapi mengabaikan prinsip verifikasi, proporsionalitas, dan multidisiplin dalam menyampaikan pendapat, maka kita berhak mempertanyakan: apakah ini opini ilmiah atau sekadar agitasi politik dalam kemasan akademik?

Baca juga :  Perkuat Kolaborasi dengan Kejari Tanjung Jabung Barat, Bupati serahkan hibah Gedung Kantor Kejari di Desa Pembengis

Opini semacam itu tidak hanya mereduksi kompleksitas persoalan, tapi juga terkesan hendak melakukan ‘perampasan ruang diskursus publik secara sepihak’. Mereka menyodorkan satu narasi tunggal dan mengarahkan publik pada kesimpulan yang tidak komprehensif, seolah-olah suara masyarakat hanya valid jika bersifat penolakan, dan seolah-olah hanya satu kebenaran yang boleh dipercaya.

Padahal, faktanya, pembangunan TUKS PT SAS justru merupakan hasil dari proses legal yang panjang, melibatkan berbagai instansi, termasuk pemerintah pusat dan daerah. PT SAS memiliki izin AMDAL, PKKPR dari Kementerian ATR/BPN, dan telah memenuhi seluruh syarat administratif serta teknis yang diatur oleh perundang-undangan.

*Kolaborasi yang Dibangun, Bukan Konflik yang Diciptakan*
Tidak hanya itu, proses ini juga Komisi XII DPR RI, yang dalam beberapa kesempatan telah melakukan verifikasi lapangan, dialog terbuka, dan mengapresiasi langkah-langkah PT SAS dalam menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi dan ekologi.

Kami dari Perkumpulan Sahabat Alam Jambi telah terlibat langsung dalam serangkaian dialog partisipatif bersama berbagai pihak—termasuk warga lokal, perusahaan, pemerintah, dan lembaga legislatif. Proses ini kami jalankan dalam semangat kolaborasi dan transparansi, bukan agitasi dan tudingan sepihak. Diskusi-diskusi tersebut bahkan dilakukan secara informal dan santai, sambil ngopi bersama, demi menjaga suasana dialogis dan membangun kepercayaan antar-stakeholder.

Baca juga :  Menjaga Marwah Hukum: Polisi Aktif Tak Boleh Duduki Jabatan Sipil